10 Nov 2009

Selamat Datang

Selamat datang di weblog Newseum Indonesia

10 Jun 2009

Newseum, Jeda di Tengah Belantara Jakarta

Ilham Khoiri (Kompas.com, 7 Juni 2009)

Anda tersesat dalam kemacetan lalu lintas di pusat Jakarta? Anda terkungkung gedung-gedung bertingkat di kawasan Istana Negara dan sekitarnya? Cobalah mampir ke Newseum Cafe, mungkin saja Anda bakal menemukan suatu jeda di tengah belantara kota.

Kafe yang sekaligus museum news (berita)—begitu kira-kira pengertian harfiah ”Newseum”—itu berada di Jalan Veteran, Jakarta Pusat. Kawasan ini lekat dengan aroma lingkaran kekuasaan dalam arti sesungguhnya. Tak jauh dari situ, berdiri gedung Mahkamah Agung, lalu Masjid Istiqlal, Gedung Sekretariat Negara, dan Istana Negara. Agak ke selatan sedikit, Monumen Nasional.

Bangunan kafe itu menyatu dengan jejeran semacam ruko lama bergaya indies. Newseum berada di lantai dua pada salah satu bangunan tua itu. Seperti umumnya kafe lain, tempat ini juga punya meja bar untuk meramu minuman atau makanan. Tetapi, meja itu menyatu dengan ruang diskusi yang penuh deretan kursi.

Beberapa ruangan di bagian belakang dijadikan museum jurnalistik. Di situ, tersimpan berbagai arsip, seperti karya tokoh pers pertama Indonesia Tirtoadisuryo dan Marco Kartodikromo, dokumentasi riset 100 tahun pers Indonesia tahun 1907-2007, arsip halaman depan 365 pers terpilih, biografi 100 tokoh pers Indonesia, serta kronik catatan pers hari demi hari Indonesia selama 100 tahun (1908-2008). ”Kami ingin mengaktualkan gagasan keindonesiaan dengan sandaran karya-karya pers,” ujar Taufik Rahzen, pendiri dan pengelola Newseum Cafe, Selasa (2/6) lalu.

Di samping museum, ada galeri seni rupa untuk menampilkan lukisan, instalasi, patung, atau perwujudan seni rupa lain. Sejak 29 Mei sampai 7 Juni ini, misalnya, seniman teater dan penyair Amien Kamil menggelar pameran tunggal lukisan dan instalasi, bertajuk ”World Without Word”.

Di bawah galeri, terdapat bekas Domus Ristorante Italiano, restoran dengan menu pizza Italia yang terkenal tahun 1990-an. Restoran itu kini coba dipertahankan, dengan sebagian ruangan disulap jadi Indonesian Cultural Observatory—semacam tempat kajian kebudayaan Tanah Air.

Jeda
Bagaimana Newseum Cafe menawarkan jeda? Berada di tengah hiruk-pikuk ibu kota, tempat ini justru mengajak siapa pun berhenti sejenak dan mengambil jarak dari rutinitas. Museum, ruang diskusi, galeri, dan kafe yang dilebur jadi satu jadi ruang terbuka bagi para pencinta budaya untuk bertukar gagasan, menyimak arsip sejarah, sekaligus menikmati sensasi karya seni.

”Ini tempat istirah, ruang pertemuan berbagai ide, mempertautkan antara rekreasi dan kreasi,” papar Taufik, lelaki yang suka baju hitam-hitam itu.

Ruang diskusi di kafe itu memang jadi alternatif nongkrong bagi orang-orang yang gemar memperbincangkan berbagai soal, mulai dari sejarah, sastra, seni rupa, sosial, sampai ekonomi. Ruang yang sama juga kerap ditata untuk pentas musik, puisi, atau seni pertunjukan lain.

Selasa (2/6) sore lalu, contohnya, ada diskusi pameran Amien Kamil dengan pembicara pengamat seni dari ITB Bandung Aminudin TH Siregar, kurator Irawan Karseno, serta Amien sendiri. Hadir juga, antara lain, pengamat seni rupa Merwan Yusuf, sastrawan Remy Silado, serta seniman dari Yogyakarta, Titarubi.

”Enaknya tempat ini, kita dapat mengapresiasi seni budaya secara lintas disiplin dan rileks,” kata Irawan Karseno.

Pizza
Suasana kafe yang dipadu dengan desain interior dan perangkat meja-kursi bergaya indies memanjakan pengunjung dalam suasana serba santai. Seraya mempertarungkan pendapat atau sekadar ngobrol, mereka bisa mengunyah makanan atau menyeruput minuman. Semua menu disediakan dari dapur restoran Domus di lantai bawah.

Untuk makanan, kafe ini mengandalkan pizza asal Italia, selain juga makanan lokal, seperti nasi goreng dan makanan kecil seperti Singkong Garlic. Ada 15 jenis pizza, semuanya dibuat dari roti, saus tomat, dan keju. Penambahan bahan lain dan variasi adonan membuat masing-masing pizza punya rasa tersendiri.

Pizza Al Salmone e Capsicum, misalnya, ditambahi ikan salmon asap, paprika, cabai merah besar, dan saus daun basil. Rasanya lebih gurih. Pizza Al Tonno e Cipole diberi tambahan ikan tuna dan bawang bombai. Beda lagi dengan Pizza Aiquattro Formaggi yang pakai campuran empat keju sekaligus.

”Semua pizza dimatangkan di bawah suhu 250 derajat celcius dalam oven kayu asli Italia dengan bahan bakar kayu rambutan. Hasilnya lebih alami dan kering. Saus tomat lebih segar karena dibuat sendiri,” kata Ngadino, juru masak Newseum Cafe.

Untuk minuman, tersedia berbagai jus, kopi tradisional, kopi olahan, dan sejumlah minuman lain. Salah satunya, Domus Fruit Punch, minuman segar hasil campuran sari buah jeruk, jambu merah, nanas, dan lemon. Aneka rasa itulah yang biasa mengantarkan pengunjung mencecap perbincangan budaya di kafe itu.